您的当前位置:首页 > 知识 > 2026 Permintaan Minyak Global dari AS Akan Anjlok Drastis 正文
时间:2025-06-07 03:23:08 来源:网络整理 编辑:知识
Warta Ekonomi, Jakarta - Kebijakan tarif besar-besaran Amerika Serikat (AS) yang diberlakukan oleh p quickq pc版
Kebijakan tarif besar-besaran Amerika Serikat (AS) yang diberlakukan oleh pemerintahan Donald Trump telah menimbulkan kerugian besar di sektor energi negara tersebut, mulai dari produksi minyak hingga pengembangan energi terbarukan, demikian menurut analisis terbaru.
Kebijakan tarif pemerintahan Trump itu justru berbalik merugikan sektor energi AS, dengan penelitian terbaru dari Wood Mackenzie (WoodMac), firma konsultan analitik sumber daya energi dan alam terkemuka, menunjukkan bahwa perang dagang dapat mengikis proyeksi pertumbuhan permintaan minyak, menghambat investasi energi terbarukan, dan menjerumuskan negara itu ke dalam isolasi energi berbiaya tinggi yang melemahkan daya saing globalnya.
Penelitian yang dirilis pada akhir Mei itu menyatakan bahwa pengumuman tarif "Hari Pembebasan" (Liberation Day) oleh Presiden Trump pada 2 April disebut sebagai "momen yang bisa dibilang paling krusial bagi ekonomi global sejak masuknya China ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 2001."
Namun, berbeda dengan masuknya China yang secara signifikan memacu pertumbuhan global, tarif AS yang tinggi dan pembalasan internasional mengancam akan menghancurkan hubungan perdagangan yang sudah mapan dan mempercepat penarikan diri dari globalisasi, menurut firma tersebut.
WoodMac mengembangkan tiga skenario untuk menilai dampak kebijakan perdagangan Trump, dengan skenario "perang dagang" terparah memperkirakan tarif efektif AS melebihi 30 persen. Dalam skenario ini, pertumbuhan domestik bruto (PDB) global diproyeksikan akan menyusut 2,9 persen pada 2030, menurut analisisnya.
Industri minyak, yang menjadi pilar utama kemandirian energi AS, khususnya menghadapi konsekuensi yang sangat serius di bawah kebijakan tarif Trump. Dalam skenario terburuk, permintaan minyak global akan mengalami "penurunan signifikan" pada 2026.
Meskipun pertumbuhan permintaan akan kembali berlanjut mulai 2027, jumlah permintaan secara keseluruhan pada 2030 tetap akan lebih rendah 2,5 juta barel per hari dibandingkan skenario paling optimistis.
Harga minyak diperkirakan akan anjlok menjadi rata-rata 50 dolar AS (1 dolar AS = Rp16.297) per barel pada 2026. Penurunan ini akan sangat berdampak bagi produsen minyak serpih (shale oil) di AS.
Menurut penelitian WoodMac, ekonomi pengeboran di Lower 48 (48 negara bagian di Amerika Serikat, minus Alaska dan Hawaii) tidak akan mendukung pertumbuhan produksi jika harga minyak mentah berada di level 50 dolar AS per barel.
Hal ini terjadi meskipun perusahaan-perusahaan berusaha keras menurunkan titik impas mereka agar tetap bisa berproduksi.
Penurunan harga ini akan memaksa pengurangan investasi yang signifikan dan menyebabkan penurunan produksi minyak AS hingga 2030. Pertumbuhan pasokan di luar AS juga akan terdampak oleh anggaran yang berkurang untuk proyek hulu, dengan perkiraan tertundanya pembangunan yang belum dimulai.
Di sektor energi, biaya tambahan dan ketidakpastian yang ditimbulkan oleh tarif menciptakan hambatan bagi investasi dan mempersulit peningkatan pasokan.
"Dalam bisnis dengan siklus perencanaan lima hingga sepuluh tahun, ketidakpastian soal biaya proyek untuk tahun depan atau tahun berikutnya sangatlah mengganggu," menurut laporan WoodMac. Konsultan tersebut mengatakan bahwa banyak perusahaan melaporkan penyesuaian strategi dan rencana bisnis, termasuk penundaan investasi.
Hambatan tarif secara efektif mengukuhkan posisi AS sebagai lokasi berbiaya tinggi untuk energi terbarukan dan penyimpanan energi.
Pemerintahan Trump mempromosikan tarif sebagai alat untuk mendorong relokasi manufaktur ke dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada rantai pasokan asing. Namun, analisis menunjukkan bahwa kebijakan ini justru menghasilkan efek sebaliknya di sektor energi yang sangat penting.
Sektor logam dan pertambangan, yang esensial untuk infrastruktur energi, akan mengalami dampak yang sangat parah. Permintaan aluminium turun hampir 4 juta ton pada 2026, dengan tembaga turun 1,2 juta ton, dibandingkan dengan proyeksi dasar. Permintaan baja turun sebesar 90 juta ton dan permintaan litium turun 70.000 ton.
Analisis tersebut menyatakan bahwa perusahaan di industri energi dan sumber daya alam kini harus "menghadapi ketidakpastian terkait tarif yang akan berlanjut selama berbulan-bulan, dan mungkin bertahun-tahun ke depan." Xinhua
Doa Safar atau Perjalanan Jauh, Bisa Dibaca Sebelum Berangkat Haji2025-06-07 03:09
Daftar Peraih Piala Kartini Awards 20242025-06-07 03:03
制作出国留学作品集,你需要满足这些要求!2025-06-07 02:37
Update COVID2025-06-07 02:28
Sepanjang 2023 Densus 88 Tangkap 142 Tersangka Teroris Dari Sejumlah Jaringan2025-06-07 01:57
留学插画设计专业,你选择英国还是美国?2025-06-07 01:37
Ayah Ibu, 5 Aktivitas Ini Bikin Anak Jadi Cerdas2025-06-07 01:11
Balas Cak Imin, Yenny Wahid: Ndak Usah Baper, Saya PKB Gus Dur2025-06-07 00:56
Kawal Sidang Omnibus Law, Partai Buruh Akan Lakukan Aksi Unjuk Rasa Di Mahkamah Konstitusi2025-06-07 00:53
雕塑专业相关介绍及院校推荐2025-06-07 00:39
OJK Wajibkan Fintech P2P Lending Penuhi Modal Minimum Rp12,5 Miliar pada Juli 20252025-06-07 03:13
Kala Dua Desainer India Hipnotis Panggung Couture Paris2025-06-07 03:05
动漫设计专业留学有哪些好的大学?2025-06-07 02:49
Cegah Penyalahgunaan, Bank Mega Syariah Perkuat Sistem Deteksi Dini Rekening Dormant2025-06-07 02:40
Curiga Pria Terbang 200 Kali, Skandal Pencurian di Pesawat Terbongkar2025-06-07 02:11
平面设计作品集怎么做?最新法则有哪些?2025-06-07 01:48
艺术专业本科留学作品集创作的四大标准解读!2025-06-07 01:26
Bos Garuda Indonesia (GIAA) Angkat Bicara Soal Isu Suntikan Modal dari Danantara2025-06-07 01:25
FOTO: Semangat ARMY 'Jumpa' BTS di POP2025-06-07 01:12
留学艺术类作品集该如何准备?2025-06-07 01:04